Rabu, 16 November 2016

REVIEW: Lelaki Tua dan Laut

























Judul Asli: The Old Man and the Sea
Penulis: Ernest Hemingway
Penerjemah: Sapardi Djoko Damono
Penerbit: KPG

The Old Man and the Sea yang ditulis pada tahun 1951 merupakan karya terakhir Hemningway dalam hidupnya. Novel pendek peraih Nobel Sastra pada tahun 1954 ini berkisah tentang seorang nelayan tua bernama Santiago yang berjuang untuk mendapatkan ikan besar di laut lepas. 

Sebenarnya garis besar ceritanya hanya itu saja. Namun jika pembaca menggunakan kepekaannya untuk menarik makna secara sempit maupun luas dari setiap kalimat dan keseluruhan ceritanya, maka tidak heran jika novel ini mendapat berbagai penghargaan di dunia sastra. 

Di zaman post modern, kisah-kisah dikemas menor hingga kehilangan makna. Novel ini, dengan kisahnya yang sederhana mampu memberi makna dengan menarik pembaca pada realita kehidupan manusia yang paling dasar, ketika perjuangan seorang tua mendapat ikan besar tidak hanya mengenai bangun sebelum fajar, pergi ke laut, mempertahankan hidup dengan memakan umpan, atau membunuh hiu-hiu besar yang mengancam, namun terutama mengenai perjuangan batin mengolah harga diri; tetap meletakannya begitu tinggi menurut standar kebaikan yang dipikirkan secara spesifik dari berbagai hal termasuk pertanyaan akan dosa tentang pembunuh ikan yang berguna bagi kelangsungan hidup manusia, di lain sudut masyarakat sekitar digambarkan dekat secara jarak namun mengasingkan diri dari kekerabatan, hanya mampu mencibir dan menjaga jarak dari hal-hal yang dirasa tidak menguntungkan.

Melalui pikiran-pikiran Santiago dan setiap gerak-gerik kecilnya yang diceritakan secara spesifik (yang sekilas hanya terasa seperti pembawa alur cerita) pembaca dapat merangkum kesimpulan mengenai kekuatan karakter Santiago, yang bagi saya merupakan makna terbesar dalam buku ini. Sangat menginspirasi sebagai seseorang yang penuh tuntutan diri, terlalu sombong untuk menerima bantuan, independen namun rendah hati, sedikit berbicara kecuali dengan dirinya sendiri. Juga tentang hubungan antara Santiago dan seorang anak kecil yang begitu menyayanginya, juga sebaliknya. Dalam dalam cerita ini, hanya anak tersebut yang mampu memberikan rasa sayangnya dengan tepat, cepat bertindak dalam meberikan perhatian seolah tak memberikan Santiago waktu untuk berterima kasih. Tanpa pamrih, kebutuhan dari menyayangi yang hanya memberi tak harap kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar