Rabu, 26 April 2017

Isa dan Rumah Langit

Minggu sore selalu menyiapkan kisah manis dan romantis. Aku menunggu adik-adik datang dengan sisa tawa mereka yang ceria selepas bermain, atau cemberut wajah mereka  selepas kesal oleh perkara-perkara sederhana, atau tubuh lelah mereka selepas berdagang yang mungkin tidak laku. Apa yang terlihat dari anak kecil selalu jujur, murni, dan tidak perlu disalahkan. Aku menunggu mereka menghampiriku, mereka manis, suka memelukku, merebutkan perhatian dan minta pangku, sesekali berebutan minta dibacakan buku. 

Aku mencintai buku, dan senang ketika mampu membangun perpustakaan bagi orang lain. Bagiku, membuat perpustakaan adalah membangun jembatan, antara individu dan ilmu, antara masyarakat dan kesadaran kolektif, antara bangsa dan kemajuan peradaban. Meski hanya perpustakaan jalanan dengan buku terbatas beralas banner bekas. Aku juga mencintai kawan-kawan yang membangun jembatan bersama. Mereka bukan orang yang hanya suka berdebat agar terlihat pandai. Mereka sederhana dan ingin ilmu yang mereka miliki dapat bermanfaat untuk orang lain. Aku mencintai orang-orang sederhana, mereka yang tak butuh pengakuan untuk terus berbuat banyak. Mereka yang menguasai diri mereka sendiri adalah mereka yang menguasai kehidupan.

Nah, kini akan kuceritakan padamu satu kisah minggu sore.

Minggu, 09 April 2017

SOEKARNO: "TANAM!"



Silakan download, share link, cetak, perbanyak, bagikan secara cuma-cuma. Bisa jadi poster, stiker, wheatpaste, stencil, zine, postingan sosial media dll. Bisa untuk kamarmu, meja belajarmu, perpustakaanmu, cafemu, mabesmu, dll. 

Pengaplikasian boleh untuk pribadi diizinkan. Tidak untuk kepentingan komersil alias tidak untuk diperdagangkan.

Jumat, 07 April 2017

Penulis yang Menghapus Kata Kita

Kau sejarah yang ditulis orang-orang kalah
Sajak sang penyair yang dihapus namanya

Kau pecundang yang pernah berjuang
Kekalahan yang mampu menguras kesedihanku

Kau kenyataan yang tidak terbenarkan
Duri yang memilih memeluk diri sendiri

Dalam ketidakberdayaan menghadapi kuasa waktu
Kau penulis yang menghapus kata kita

Aku tokoh utama dalam cerita
Kau mencintaiku dan aku mencintai kesalahanmu

Senin, 03 April 2017

Mereka yang Tak Bisa Kau Tolak Kemarahannya

Aku pernah berada di kapal layar besar, terombang-ambing di tengah samudera. Cuaca buruk, gelombang besar, ombak ekstrim menyirami seluruh kapal. Aku berlari ke sebuah ruangan bersama orang-orang yang sempat berlari ke ruangan yang sama. Dari pintu yang tidak kututup rapat aku mengintip, bagaimana manusia menjerit ketika ombak menelan tubuh mereka.

Alam ini besar dalam artian sesungguhnya, mereka maha dasyat dan tak bisa kau tolak kemarahannya. Tiba-tiba aku terbangun dari tidurku, mengingat permasalahan dalam hidup sendiri. Sungguh tiada arti permasalahan manusia ketika merawat dan menjaga bumi yang kita huni dianggap hanya milik para aktivis saja.

Aku bukan aktivis, tapi bencana alam tak mengenal siapa kita.

Di saat yang sama, ada nyanyian sakral, meneror sekaligus menumbuhkan rasa segan, nyanyian itu bergema di rasa dan pikirku yang sudah melebur

"ibu bumi wis maringi.. ibu bumi dilarani.. ibu bumi kang ngadili.."

Tiba-tiba aku terbangun dari tidurku, lagi. Dengan perasaan haru aku teringat petani-petaniku, aku teringat nasi yang menjadi bagian dari tubuhku, aku teringat keiklasan mereka merawat bumi, aku teringat perjuangan mereka menjaga bumi, aku teringat tangis kekalahan mereka, esoknya mereka bangkit lagi, kalah lagi.

Bangkit lagi.

Aku teringat bagaimana mereka diperlakukan tidak adil

dan aku merindukan Tuhan.