Minggu, 11 Desember 2016

Tuhan, ke mana aku harus pergi?

pagi itu aku ke rumah ibadah
besar sekali, menampung ratusan orang banyak sekali
lampu-lampu dan panggung yang besar oh megah sekali

orang-orang di sini pastilah memilih penampilan terbaik
bersiap menghadap Tuhan dalam satu waktu yang istimewa
ada yang berbedak tebal, sanggulnya tinggi oh tinggi sekali

kota yang panas dan bau keringat
tapi suhu di sini bagus sekali
aku tidak gosong dan tidak suka mengomel
ACnya banyak oh dingin sekali

Selasa, 06 Desember 2016

Anak Ibu dan anak Ibu Pertiwi

ibuku yang manis dan mencintai anaknya yang bungsu
dua puluh tahun berlalu, di matanya aku masih seperti yang dulu

tidak, bukan gambaran tentang aku yang pernah mengores luka di hati ibu
meski luka itu tak kunjung sembuh
yang karena cinta dan hanya karena cinta
ibu lebih tenang menyimpan luka sendirian
berharap doa bisa menghapusnya
ibu tak suka aku tenggelam dalam ingatan
meski ingatan itu tentang rasa bersalahku padanya

ya, di matanya aku masih seperti yang dulu
gadis kecil yang lucu dan pemalu
manja dan penakut
tapi menawan hati
misalnya pada usia empat
aku mampu menghafal Pancasila dengan bahasaku sendiri
aku pernah membuat ibu tertawa

aku lupa kapan terakhir membuat ibu tertawa

Minggu, 04 Desember 2016

REVIEW: Animal Farm

























Penulis: George Orwell
Penerjemah: Prof. Bakdi Soemanto
Penerbit: Bentang Pustaka

Bagi sebagian orang, politik adalah satu tema khusus yang sulit dimengerti, berat untuk mempelajarinya, penuh teori yang jauh dari kehidupan sehari-hari. Animal Farm adalah sastra satire yang menjelaskan kenyataan dengan imajinasi, tatanan dan perubahan kehidupan masyarakat yang diumpakan seperti kehidupan binatang-binatang dalam peternakan. 

Penulis begitu cerdas membuat karakter-karakter tokoh binatang seperti (menelanjangi) manusia. Ada babi-babi cerdas yang bisa memimpin namun ada yang baik, ada yang jahat dan menyingkirkan yang baik. Beberapa tokoh kuda menggambarkan kelas masyarakat: ploretar, borjuis dan terpelajar. Ada keledeai cerdas, sinis, menyadari penindasan namun tak mau berbuat sesuatu, baginya yang penting hanyalah bisa berumur panjang. Ada para anjing yang setia pada babi seperti militer yang buta, hanya menjadi alat penguasa untuk menakuti. Ada domba yang bodoh dan menerima perintah apa saja, tak sadar dan menikmati menjadi korban. Ada ayam yang tertindas, dipaksa terus memproduksi dan diancam dengan berbagai tekanan jika menolak, seperti kaum petani. Bahkan ada tokoh babi yang seperti media: mengulangi kebohongan hingga dapat diterima oleh masyarakat sebagai suatu kebenaran. Masih ada banyak tokoh lain, semua penggambaran tokoh ditunjang dengan berbagai macam simbol dalam cerita, baik itu kejadian maupun benda-benda. 

Sabtu, 03 Desember 2016

REVIEW: Tiada Jalan Bertabur Bunga
























Tiada Jalan Bertabur Bunga: Memoar Pulau Buru dalam Sketsa
Penulis: Gregorius Soeharsojo Goenito
Penerbit: Insist Press

"Dalam sejarah Indonesia, Pulau Buru tahun 1969-1979 bukan hanya sebuah lokasi terjadinya kerja paksa, hinaan, siksaan, dan kematian yang dipaksakan oleh anak-anak bangsa terhadap sesama anak bangsa. Ia juga tempat jiwa-jiwa sekuat baja digembleng untuk mampu bertahan hidup di tengah paksaan, hinaan, siksaan dan kematian yang dipaksakan itu" - Baskara T. Wardaya S.J.

Jumat, 02 Desember 2016

Pacar Seorang Seniman

barangkali kita sering bertemu
sebelum satu waktu pernah memaksaku menyadari kehadiranmu
ketika itu aku berada di antara puluhan orang yang terpaksa menunggu
mereka memasang telinga sambil memangku diri
berharap kelak mendapatkan keuntungan pribadi

kamu berada di depan menjadi anomali
juga bersama beberapa orang yang suaranya cepat kulupakan
mungkin karena orang-orang itu lebih suka membicarakan hal yang tidak perlu
selama itu ringan dan mudah ditelan oleh mereka yang lugu dan kebanyakan begitu
menjadi sulit menyadari sesuatu yang keliru

tak pernah kudapati orang-orang itu merasa bersalah
karena memang tak pernah benar-benar bersalah
kecuali di mataku, manusia yang angkuh
bosan bertemu mereka yang hanya mencintai diri sendiri
bahkan ketika ada kesempatan, mereka suka mengajarkan itu pada orang lain

Jumat, 25 November 2016

ZINE: KAUM URBAN & EKOLOGI



Kegelisahan yang layak dibagikan sebelum semuanya terlanjur,
tidak diterbitkan secara resmi tapi bermanfaat jika dibaca.

https://drive.google.com/file/d/0B_X09fTS9n0OeWxuQTlGa1RnUGM/view



Salam, Aliansi Literasi Surabaya.



Sabtu, 19 November 2016

REVIEW: Orde Media


























Orde Media: Kajian Televisi dan Media di Indonesia Pasca-Orde Baru

Penerbit: Insist Press

Televisi kerap dipelestkan menjadi "Tell-Lie-Vision". Pelesetan yang memang tidak lucu sama sekali namun pantas untuk dipertimbangkan. Orde Media berisi esai-esai kritis logika pertelevisian dan media pasca Orde Baru. Beberapa orang yang tidak membedah sejarah mungkin bertanya-tanya "mengapa harus pasca Orde Baru?", yang jelas bukan karena kebencian cuma-cuma atas kekecewaan pada rezim ini, kenyataannya kuasa negara terhadap media dijadikan alat mempertahankan kekuasaan, bercampur antara empunya kekuasaan politik dan modal.

REVIEW: Melihat Api Bekerja

























Penulis: M Aan Mansyur
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Melihat Api Bekerja adalah kumpulan puisi, tulisan Aan Mansyur yang pertama kali saya sentuh dan menyentuh saya. Puisi-puisi di sini bukan gudang kosa kata yang memamerkan huruf-huruf ilmiah, kata-kata asing yang mewah dan sulit dimengerti. Puisi-puisi di sini lahir dari ketajaman menangkap realita kegelisahan pribadi maupun sosial, pengolahan rasa, perumpamaan-perumpamaan sederhana yang mewakili perasaan penulis sendiri, juga perasaan saya dan barangkali penikmat rasa lainnya. Rasa, rasa dan rasa.. Buku ini memang berisi perasaan, sebagai potret seorang anak yang terikat dengan gejolak zamannya.

"Jalanan keruh sekali setelah pukul tujuh pagi. Satu-satunya jalan keluar adalah masuk. Tutup pintu. Biarkan jalanan tumbuh dengan hal-hal paslu." - Menyaksikan Pagi dari Beranda

Rabu, 16 November 2016

REVIEW: Rumah Kertas

























Judul Asli: La casa de papel
Penulis: Carlos María Domínguez
Penerjemah: Ronny Agustinus
Penerbit: Marjin Kiri

"Sebuah mahakarya." Frankische Landeszeitung

Demikian testimoni di cover belakang novel sastra yang hanya 76 halaman ini. Bukan basa-basi-busuk meski saya tidak tahu siapa Frankie Landeszeitung itu. Saya pun pada awalnya tak mampu berkomentar, testimoni dari New York Times ternyata sudah menjelaskan: "Buku tipis yang bisa menghantui pembaca jauh sesudah ditutup."

Meski tipis dan mampu dilahap sekali duduk, kisah ini (dan bagaimana penulis menceritakannya) mampu memberikan pengalaman spiritual pembacanya berupa teror mental yang lahir dari kecintaan akan buku.

REVIEW: Lelaki Tua dan Laut

























Judul Asli: The Old Man and the Sea
Penulis: Ernest Hemingway
Penerjemah: Sapardi Djoko Damono
Penerbit: KPG

The Old Man and the Sea yang ditulis pada tahun 1951 merupakan karya terakhir Hemningway dalam hidupnya. Novel pendek peraih Nobel Sastra pada tahun 1954 ini berkisah tentang seorang nelayan tua bernama Santiago yang berjuang untuk mendapatkan ikan besar di laut lepas. 

Sebenarnya garis besar ceritanya hanya itu saja. Namun jika pembaca menggunakan kepekaannya untuk menarik makna secara sempit maupun luas dari setiap kalimat dan keseluruhan ceritanya, maka tidak heran jika novel ini mendapat berbagai penghargaan di dunia sastra. 

Kamis, 10 November 2016

Generasi yang terburu-buru menyimpulkan

Ketika seseorang melakukan keburukan, di"percuma-percumakan" dengan kebaikannya. Ketika seseorang melakukan kebaikan, di"padahal-padahal belum"kan sama keburukannya, kekurangannya, sekecil-kecilnya.

Generasi yang terburu-buru menyimpulkan.

Aku pikir, sederhana sekali pemikiran mereka. Hanya mampu memandang kompleksivitas kehidupan dengan hitam putih. Doktrin mana yang mereka telan? Sinis terhadap keburukan, sinis pula terhadap kebaikan. Bagi mereka, orang yang "setengah-setengah" adalah munafik sementara "orang-orang munafik" itu terus berusaha memerangi diri sendiri agar mampu melakukan kebaikan-kebaikan.


Barangkali mereka memang merasa lebih aman dengan tidak melakukan apa-apa selain berkomentar.

Minggu, 23 Oktober 2016

REVIEW: SEJARAH GERAKAN KIRI INDONESIA untuk Pemula

Penerbit: ULTIMUS


Sejarah merupakan suatu mata pelajaran wajib ketika kita bersekolah. Sebelumnya, saya tidak peduli dengan sejarah. Saya pikir hanya formalitas, mengenang para pahlawan yang telah berjuang dan yah.. cukup seperti itu saja. Kemudian saya mulai menyadari bahwa apa yang pernah terjadi atau apa yang kita sebut sebagai sejarah ternyata sangat erat kaitannya dengan kehidupan kita masa kini, sehingga menjadi penting untuk mengerti apa yang pernah terjadi. Sejarah, bagi saya bukanlah nilai-nilai, mana yang baik dan mana yang jahat, mana malaikat dan mana iblis. Bukan mana yang benar dan mana yang salah, namun seperti apa yang sebenarnya? 

Semenjak dan selama rezim orde baru, hanya boleh ada satu versi sejarah Indonesia. Setelah rezim orde baru tumbang, muncul berbagai upaya "pelurusan sejarah". Tentu saja hanya Tuhan yang paling tahu apa yang benar-benar terjadi sehingga sulit untuk mengatakan mana versi sejarah yang paling benar atau yang paling bual. Namun berbagai upaya "pelurusan sejarah" merupakan suatu kemajuan karena kita boleh merangkai puzzle pikiran sendiri dari kepingan-kepingan kisah sejarah yang kita kumpulkan dari berbagai sumber dan mempertimbangkan sendiri untuk menyimpulkan, sebagai dasar pertimbangan sikap yang lebih bijak untuk menghadapi masa kini.

Kamis, 13 Oktober 2016

REVIEW: Saya Ingin Lihat Semua Ini Berakhir



Penulis: August Hans den Boef dan Kees Snoek
Penerbit: Komunitas Bambu

Saya Ingin Lihat Semua Ini Berakhir: Esai dan Wawancara dengan Pramoedya Ananta Toer

Itulah judul lengkapnya. Pramoedya Ananta Toer, sebagaimana biasanya ia kenalkan pada pengantar novelnya adalah seseorang yang "hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara - sebuah wajah semesta yang paling purba bagi manusia-manusia bermartabat", dari penjara kolonial, orde lama hingga orde baru. Bagi Pram, menulis adalah tugas pribadi dan nasional. Penjara tak membuatnya berhenti menulis tentang tanah-air dan sejarahnya, tentang nasib rakyat. Bagi saya pribadi, tulisan Pram bukan sekadar mengambarkan realita pada zamannya, namun juga berusaha mencerdaskan rakyat. Oleh karena itu, ada yang "tidak bisa tidur nyenyak" sehingga berkali-kali karyanya dilarang dan dibakar.

Stiker WIJI THUKUL

Banyaknya permintaan file stiker Wiji Thukul di luar ekspetasi saya, selain puas, saya cukup kewalahan mengirimnya satu-satu via email. Sekarang, kawan-kawan bisa download sendiri melalui link google drive ini. 

https://drive.google.com/open?id=0B3jSF2XRU5eoQXJPa2wwLUlRekk

https://drive.google.com/open?id=0B3jSF2XRU5eoX0ZwN0JHR2FkNlk

Prinsipnya sama, silakan mendownload file, dicetak (kertas stiker A3) dan diperbanyak, dibagikan dan disebarluaskan secara cuma-cuma. Dari digital ke dunia nyata, hidupkan kembali Wiji Thukul di pikiran anak bangsa.






Rabu, 12 Oktober 2016

Stiker MUNIR


Sebagai pejuang yang pada masanya paling vokal menyuarakan dan memperjuangkan HAM, mari kita merawat ingatan dan melanjutkan perjuangannya dengan cara kita masing-masing. Manusia bisa dimatikan tapi kematian tak mematikan kemanusiaan. Munir ada dan berlipat ganda, hidup di jiwa para penerus bangsa.

silakan download file stiker ini, dicetak (kertas stiker A3), diperbanyak dan disebarluaskan.

https://drive.google.com/file/d/0B3jSF2XRU5eoTUUtQzFRMWZmWm8/view?usp=sharing






REVIEW: MIDAH: SI MANIS BERGIGI EMAS


Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dipantara

Midah: Si Manis Bergigi Emas merupakan novel yang terbilang cukup ringan di antara beberapa karya Pramoedya Ananta Toer yang lain. Ditulis sekitar tahun lima puluhanan, dengan 132 halaman yang menceritakan Midah—sang tokoh utama—yang merupakan anak tunggal yang lahir di keluarga fanatik beragama. Ia digambarkan memiliki kehidupan yang sempurna, cinta dari orang tua, harta, kehormatan, serta kecantikan. Hingga, suatu saat ia memiliki banyak adik dan perhatian orang tua tidak lagi terfokus padanya. Hal itu lantas mengubah perlahan kehidupannya sebagai anak emas dan ia mulai mencari kebahagiaan di luar rumah tanpa mendapatkan sedikit pun kekhawatiran dari orang tuanya.

REVIEW: AKU INGIN JADI PELURU



Penulis: Wiji Thukul
Penerbit: Indonesia Siatera

Hanya ada satu kata, lawan!

Siapa yang mengenal sosok Wiji Thukul pasti tidak asing dengan kalimat itu. Sebelum mengulas isi buku yang merupakan kumpulan puisi tersebut, perlu diketahui sebelumnya, Wiji Thukul merupakan penyair yang dalam sejarah Indonesia menjadi korban penghilangan paksa sekaligus menjadi bagian penting dalam sejarah kelamnya Orde Baru. Dengan latar belakang kehidupan marjinal, Wiji yang punya ketertarikan terhadap dunia sastra mulai menulis gagasan dan kebenaran yang diyakininya.

Nostalgia

bernostalgia membaca masa lalu
sambil malu-malu menemui diriku yang dulu
waktu berisi tentang kamu hingga benalu
sungguh kejujuran kata-kata yang tak pernah laku

kututup blogku yang dulu
namun lahir baru dirasa perlu