Penerbit: ULTIMUS
Sejarah merupakan suatu mata pelajaran wajib ketika kita bersekolah. Sebelumnya, saya tidak peduli dengan sejarah. Saya pikir hanya formalitas, mengenang para pahlawan yang telah berjuang dan yah.. cukup seperti itu saja. Kemudian saya mulai menyadari bahwa apa yang pernah terjadi atau apa yang kita sebut sebagai sejarah ternyata sangat erat kaitannya dengan kehidupan kita masa kini, sehingga menjadi penting untuk mengerti apa yang pernah terjadi. Sejarah, bagi saya bukanlah nilai-nilai, mana yang baik dan mana yang jahat, mana malaikat dan mana iblis. Bukan mana yang benar dan mana yang salah, namun seperti apa yang sebenarnya?
Semenjak dan selama rezim orde baru, hanya boleh ada satu versi sejarah Indonesia. Setelah rezim orde baru tumbang, muncul berbagai upaya "pelurusan sejarah". Tentu saja hanya Tuhan yang paling tahu apa yang benar-benar terjadi sehingga sulit untuk mengatakan mana versi sejarah yang paling benar atau yang paling bual. Namun berbagai upaya "pelurusan sejarah" merupakan suatu kemajuan karena kita boleh merangkai puzzle pikiran sendiri dari kepingan-kepingan kisah sejarah yang kita kumpulkan dari berbagai sumber dan mempertimbangkan sendiri untuk menyimpulkan, sebagai dasar pertimbangan sikap yang lebih bijak untuk menghadapi masa kini.
Minggu, 23 Oktober 2016
Kamis, 13 Oktober 2016
REVIEW: Saya Ingin Lihat Semua Ini Berakhir
Penerbit: Komunitas Bambu
Saya Ingin Lihat Semua Ini Berakhir: Esai dan Wawancara dengan Pramoedya Ananta Toer
Itulah judul lengkapnya. Pramoedya Ananta Toer, sebagaimana biasanya ia kenalkan pada pengantar novelnya adalah seseorang yang "hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara - sebuah wajah semesta yang paling purba bagi manusia-manusia bermartabat", dari penjara kolonial, orde lama hingga orde baru. Bagi Pram, menulis adalah tugas pribadi dan nasional. Penjara tak membuatnya berhenti menulis tentang tanah-air dan sejarahnya, tentang nasib rakyat. Bagi saya pribadi, tulisan Pram bukan sekadar mengambarkan realita pada zamannya, namun juga berusaha mencerdaskan rakyat. Oleh karena itu, ada yang "tidak bisa tidur nyenyak" sehingga berkali-kali karyanya dilarang dan dibakar.
Stiker WIJI THUKUL
Banyaknya permintaan file stiker Wiji Thukul di luar ekspetasi saya, selain puas, saya cukup kewalahan mengirimnya satu-satu via email. Sekarang, kawan-kawan bisa download sendiri melalui link google drive ini.
https://drive.google.com/open?id=0B3jSF2XRU5eoQXJPa2wwLUlRekk
https://drive.google.com/open?id=0B3jSF2XRU5eoX0ZwN0JHR2FkNlk
Prinsipnya sama, silakan mendownload file, dicetak (kertas stiker A3) dan diperbanyak, dibagikan dan disebarluaskan secara cuma-cuma. Dari digital ke dunia nyata, hidupkan kembali Wiji Thukul di pikiran anak bangsa.
Rabu, 12 Oktober 2016
Stiker MUNIR
Sebagai pejuang yang pada masanya paling vokal menyuarakan dan memperjuangkan HAM, mari kita merawat ingatan dan melanjutkan perjuangannya dengan cara kita masing-masing. Manusia bisa dimatikan tapi kematian tak mematikan kemanusiaan. Munir ada dan berlipat ganda, hidup di jiwa para penerus bangsa.
silakan download file stiker ini, dicetak (kertas stiker A3), diperbanyak dan disebarluaskan.
https://drive.google.com/file/d/0B3jSF2XRU5eoTUUtQzFRMWZmWm8/view?usp=sharing
REVIEW: MIDAH: SI MANIS BERGIGI EMAS
Penulis:
Pramoedya Ananta Toer
Penerbit:
Lentera Dipantara
Midah: Si Manis Bergigi
Emas merupakan novel yang terbilang cukup ringan di antara beberapa karya
Pramoedya Ananta Toer yang lain. Ditulis sekitar tahun lima puluhanan, dengan
132 halaman yang menceritakan Midah—sang tokoh utama—yang merupakan anak tunggal
yang lahir di keluarga fanatik beragama. Ia digambarkan memiliki kehidupan yang
sempurna, cinta dari orang tua, harta, kehormatan, serta
kecantikan. Hingga, suatu saat ia memiliki banyak adik dan perhatian orang
tua tidak lagi terfokus padanya. Hal itu lantas mengubah perlahan
kehidupannya sebagai anak emas dan ia mulai mencari kebahagiaan di luar rumah
tanpa mendapatkan sedikit pun kekhawatiran dari orang tuanya.
REVIEW: AKU INGIN JADI PELURU
Hanya ada satu kata, lawan!
Siapa yang mengenal
sosok Wiji Thukul pasti tidak asing dengan kalimat itu. Sebelum mengulas isi
buku yang merupakan kumpulan puisi tersebut, perlu diketahui sebelumnya, Wiji
Thukul merupakan penyair yang dalam sejarah Indonesia menjadi korban
penghilangan paksa sekaligus menjadi bagian penting dalam sejarah kelamnya Orde
Baru. Dengan latar belakang kehidupan marjinal, Wiji yang punya ketertarikan
terhadap dunia sastra mulai menulis gagasan dan kebenaran yang diyakininya.
Nostalgia
bernostalgia membaca masa lalu
sambil malu-malu menemui diriku yang dulu
waktu berisi tentang kamu hingga benalu
sungguh kejujuran kata-kata yang tak pernah laku
kututup blogku yang dulu
namun lahir baru dirasa perlu
Langganan:
Postingan (Atom)