Jumat, 25 Januari 2019

Review: Memoar Seorang Dokter Perempuan



Penulis: Nawal El Saadawi
Penerjemah: Kustiniyati Mochtar
Penerbit: Yayasan Obor Indonesia

Membaca tulisan yang pertama kali terbit 62 tahun yang lalu tentang kehidupan seorang perempuan cukup memberikan kekecewaan karena semakin menegaskan ketidaksadaran turun-temurun yang merugikan perempuan dan parahnya, masih terus diwariskan. Masa kecil perempuan; penuh aturan serta hal-hal lain yang pantang dan harus, “Aku adalah seorang gadis yang harus sangat berhati-hati dalam melakukan setiap gerakan tubuh... saudara lelakiku bebas bermain, berlompat-lompatan, jungkir-balik sekehendaknya, sementara aku hanya boleh duduk dan tetap waspada jangan sampai gaunku tersingkap barang satu sentimeter pun ke atas paha. Bila itu sampai terjadi, ibuku akan memandang padaku dengan pandangan seekor binatang yang hendak melumpuhkan mangsanya, dan tentu saja aku lalu buru-buru akan menutupi bagian-bagian tubuhku yang sangat memalukan itu.” Bertubuh perempuan berarti ketidakberuntungan yang merampas singkatnya masa kecilmu, dan lalu seterusnya bertubuh perempuan merupakan kutukan yang memalukan; haid pertama muncul dengan perasaan jijik terhadap diri sendiri lalu seterusnya ketika ciri keperempuanannya tumbuh, ia memang diperebutkan, tetapi sebagai Tubuh, sebagai mangsa.

Rabu, 10 Januari 2018

We Can Stop It! #JogjaDaruratAgraria #StopNYIA

Pada mulanya kehidupan kami adem ayem, tenteram, dan sejahtera: pertanian menjadi bagian hidup kami. Hingga sekitar tujuh tahunan yang lalu, proyek pembangunan bandara mulai masuk. Mereka tidak hanya mulai mengusik kehidupan kami, tapi juga mengancam ekosistem yang ada. Mereka tidak hanya memecah-belah kerukunan bersama, tapi juga merusak lahan pertanian kami yang menghidupi masyarakat Yogyakarta-Indonesia.

Sudah sekian lama, kami bergotong-royong untuk menolak pembangunan Bandara Internasional Kulon Progo; New Yogyakarta International Airport. Kami telah lakukan apa yang menjadi kemampuan dan kewajiban sebagai masyarakat petani pesisir: menanam untuk kehidupan dan menjaga keseimbangan lingkungan. Kami sempat jatuh dan akan terus bangkit kembali.

Yang kami lakukan, semata-mata bukan untuk kepentingan kelompok kami sendiri, tapi juga untuk masyarakat lainnya: khususnya Kulonprogo-Yogyakarta dan umumnya Indonesia-dunia.

Kami tidak butuh uang ratusan juta bahkan milyaran rupiah jumlahnya. Kami cuma butuh tanah yang telah diwariskan kepada kami untuk dapat kami kelola. Bagi kami, petani, uang seberapapun jumlahnya akan habis tapi tanah tidak akan pernah habis manfaatnya jika kita terus merawatnya. Kami tidak butuh ganti rugi!

Dengan penuh keyakinan, kami percaya: perjuangan kami tidak sendiri. Di berbagai tempat, banyak petani, buruh, dan masyarakat kota yang mengalami hal yang sama: perampasan ruang hidup. Kita semua bersaudara: mempertahankan apa yang menjadi hak kita bersama dan; menjaga kelangsungan bumi kita satu-satunya.

Perjuangan kami dan saurada-saudara lainnya tentu membutuhkan solidaritas nasional dan internasional. Dukungan apapun bentuknya-bahkan doa dari masyarakat nasional-internasional akan membantu perjuangan kami. Tidak lupa, solidaritas dan hormat kami juga untuk seluruh masyarakat di belahan dunia manapun yang sedang mempertahankan ruang hidupnya.

Kami tetap bertahan.

Hormat kami,
Paguyuban Warga Penolak Penggusuran - Kulon Progo (PWPP-KP) 


Saluran Informasi
Pamflet: goo.gl/AZNZRQ
Jejaring Solidaritas Perjuangan
Instagram: jogjga_darurat_agraria #JogjaDaruratAgraria #StopNYIA
Twitter: @JDA_SG_PAG
Line: @usc9873b

We Can Stop It! #JogjaDaruratAgraria #StopNYIA

Secara visual terinspirasi dari poster karya J. Howard Miller; "We Can Do It!" (1943) yang awalnya digunakan sebagai poster propaganda Amerika pada masa perang dunia 2. Pembuatan ulang artwork diperuntukan menyuarakan ide yang berbeda: sebagai distribusi informasi dan solidaritas terhadap perjuangan warga dalam mempertahankan hak dan ruang hidupnya.

File artwork siap cetak tersedia dalam bentuk poster dan stiker, silakan dimanfaatkan untuk mendukung perjuangan warga dan petani Kulonprogo maupun perjuangan kita bersama dalam menjaga keseimbangan ekosistem, baik dimanfaatkan dalam bentuk berbagi informasi digital, maupun untuk dicetak secara fisik dan disebarluaskan.

Download Link:
Poster A3
https://drive.google.com/open?id=1J0S-n1MErVONsv4_A6IsrM352HEH8dha
Sticker A3
https://drive.google.com/open?id=1ExNY4neD2AK-oxw38Mm_rxcdBjptmgXX

Poster memungkinkan dimodifikasi untuk isu berbeda yang mendukung perjuangan serupa, keperluan lebih lanjut hubungi via DM Instagram: ivana_kurniawati .

Kamis, 28 Desember 2017

segala yang asin dan menjauh

perpisahan mengutuk tubuhmu jadi bayangan
mengikuti dan gagal kusentuh

fotomu adalah satu-satunya jendela
antara aku dan apa yang matamu ingin sampaikan
foto kita adalah satu-satunya tempat tanpa antara
dan aku ingin tertidur di sana

barang-barang siap pulang
menjauhkan kaki dan kehendak untuk tetap tinggal
hari-hari yang tidak mampu mengulang
membuat jarak antara telingaku dan bibirmu yang ingin berbisik

siang itu punggungku membawa roti, susu
dan sisa-sisa semua yang kita suka

mengapa kita duduk dan mendulang makanan yang lebih asin dari airmata?

Rabu, 06 September 2017

13TH MUNIR


13 TAHUN KEMATIAN MUNIR
Pelanggar HAM masih berkeliaran,
silakan cetak secara cuma-cuma
stiker dan poster Munir
untuk terus melawan impunitas,
silakan perbanyak dan sebarluaskan
tidak untuk kepentingan komersial
alias tidak untuk diperdagangkan.

Download link:
Poster A3
https://drive.google.com/open?id=0B3jSF2XRU5eoWlBqVF90UGlPYXM
Sticker A3
https://drive.google.com/open?id=0B3jSF2XRU5eoOFNQakQ3MnBIVlk

Jumat, 18 Agustus 2017

Sebuah Sajak yang Menyangkal Kemerdekaan

jika cinta adalah ego yang benci disalahkan
maka kelahiran adalah kesalahan pertama

aku melihat diriku
di antara nilai-nilai yang bertabrakan

aku melihat diriku
kepercayaan yang dipilihkan

aku melihat diriku
garis-garis yang dipaksakan

aku melihat diriku
cita-cita yang tak punya tempat

aku melihat diriku
dicintai tak pernah lebih dari ini

maka jika bayi-bayi dilahirkan
aku akan menangis