Rabu, 12 Oktober 2016

REVIEW: MIDAH: SI MANIS BERGIGI EMAS


Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dipantara

Midah: Si Manis Bergigi Emas merupakan novel yang terbilang cukup ringan di antara beberapa karya Pramoedya Ananta Toer yang lain. Ditulis sekitar tahun lima puluhanan, dengan 132 halaman yang menceritakan Midah—sang tokoh utama—yang merupakan anak tunggal yang lahir di keluarga fanatik beragama. Ia digambarkan memiliki kehidupan yang sempurna, cinta dari orang tua, harta, kehormatan, serta kecantikan. Hingga, suatu saat ia memiliki banyak adik dan perhatian orang tua tidak lagi terfokus padanya. Hal itu lantas mengubah perlahan kehidupannya sebagai anak emas dan ia mulai mencari kebahagiaan di luar rumah tanpa mendapatkan sedikit pun kekhawatiran dari orang tuanya.

Namun karena kefanatikan orang tua Midah terhadap agama, Midah yang tidak lagi mendapatkan perhatian, malah juga diperlakukan dengan ketidakmengertian. Hal-hal sederhana yang dianggap tidak pantas, ditanggapi oleh kemurkaan berlebihan bapaknya, pun tanpa mendapat sedikit perhatian dari ibunya yang dengan mata kosong tanpa berbuat apa-apa. Jarak perasaan antara Midah dan orang tuanya kian kontras, terutama pada bapak yang dulu selalu memanjakannya dan dekat di hatinya seakan tak dikenalinya lagi. Sekarang yang ada hanya rasa takut dan ketidakadilan.
Waktu berselang, Midah menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya, yang ternyata tidak baik. Ia kabur dari rumah dengan membawa kandungan. Ia lebih memilih menerjang kerasnya hidup daripada harus pulang ke rumah orang tuanya. Perjalanan kehidupan manusia yang bertahan hidup harus dengan tanpa rasa malu pun dimulainya.


Buku ini menceritakan bagaimana yang terlihat benar tidak selalu benar, serta kesalahan yang juga tidak selalu salah, juga yang terlihat baik mungkin tak lebih baik daripada yang terlihat buruk. Begitu kesahnya, kehidupan yang saling terkait dan manusia adalah korban yang ingin menang dalam saling menyalahkan, tapi tak pernah bisa. Ibarat kata, Midah adalah produk zaman yang kalah secara moral namun menjadikannya manusia bebas dan humanis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar